KPPU Dalam Ruang Lingkup Peningkatan UMKM Oleh Pemerintah Daerah

Grafik Rancang Bangun Peningkatan UMKM (foto:ist)

Oleh : Masri Fithrian

Hadirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah memberi gambaran tentang pemberdayaan, pengembangan, pembiayaan dan penjaminan serta kemitraan dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Peran UMKM dalam perekonomian nasional begitu signifikan, menyerap hampir 97 % lapangan kerja dari 64 juta UMKM dan menyumbang 60 % dari Produk Domestik Bruto (PDB). UMKM juga mampu mewakili 99 % dari total kegiatan bisnis di Indonesia. (Kemenkeu.go.id, 22/08/2022).

Walaupun demikian, sentralnya peran UMKM ini tidak berbarengan dengan upaya pemerintah daerah dalam menyusun program–program prioritas peningkatan UMKM. Kurangnya sinergi antar pemangku kepentingan dalam memetakan permasalahan dasarnya menjadikan solusi pembenahan UMKM cenderung berjalan tanpa koordinasi dan konsolidasi.

Upaya peningkatan UMKM oleh pemerintah daerah tidak mampu menuntaskan permasalahan dasar secara menyeluruh. Perencanaan dan penganggarannya hanya sekedar mengeksekusi kegiatan kegiatan dalam rencana kerja satuan kerja perangkat daerah, tanpa rancang bangun dalam jelas.

Berdasarkan kelemahan tersebut di atas maka penulis menawarkan rancang bangun peningkatan UMKM bagi pemerintah daerah dengan melibatkan pengawasan kemitraan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Rancang Bangun Peningkatan UMKM

Rancang bangun UMKM ini hadir sebagai jawaban atas permasalahan dasar UMKM yaitu (1) inkonsistensi kualitas yang sesuai standar dan mutu, (2) kapasitas produksi yang terbatas, (3) akses pembiayaan pengembangan usaha, dan (4) minim promosi dan kerjasama strategis.

Pemerintah daerah setidaknya perlu membuat perencanaan strategis dalam tiga tahapan sebagai pemenuhan atas kebutuhan dasar, lanjutan dan akhir dari problematika mendasar UMKM.

Pada tahapan kebutuhan dasar, pengelompokan kegiatan perlu pembenahan secara simultan berupa : (1) bantuan fasilitas, penguatan teknologi dan pelatihan pelaku usaha, (2) penguatan lembaga keuangan mikro atau koperasi, dan (3) pameran dan penyebaran informasi.

Tahapan ini sangat krusial, dimana pemerintah daerah seharusnya mampu menjadi pendorong pihak swasta dan badan usaha dalam menerapkan pola kemitraan sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2008 pasal 26 yaitu : (a) inti-plasma, (b) subkontrak, (c) waralaba, (d) perdagangan umum, (e) distribusi dan keagenan, dan (f) bentuk bentuk kemitraan lain seperti bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourching).

Sementara itu, koordinasi lintas instansi menjadi hal pokok dalam implementasi kegiatan dan pemenuhan anggaran. Kegiatan pokok yang harus mendapat penganggaran adalah kegiatan fasilitasi pengembangan UKM berupa bantuan fasilitas baik pengadaan mesin kemasan atau pun pengadaan alat pengolahan hasil produksi baik pertanian, peternakan maupun kelautan.

Kegiatan lain yang sejalan adalah fasilitasi permasalahan proses produksi dengan pendampingan manajemen kualitas total. Selain itu, kegiatan penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan, peningkatan dan pengembangan jaringan kerjasama usaha koperasi. Selanjutnya, penganggaran pada kegiatan fasilitasi pengembangan sarana promosi hasil produksi, peningkatan fasilitasi kerjasama strategis antar pengusaha besar dan UKM tidak kalah pentingnya.

Pada tahapan kebutuhan lanjutan, dapat dikelompokkan pada kegiatan (1) fasilitasi izin dan pemberian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan (2) start Up dan inkubator UMKM. Pada tahap ini pemerintah daerah setidaknya hadir dengan kebijakan teknis dalam mempercepat proses pengurusan izin usaha melalui Online Singel Submission (OSS) dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta HKI.

Sehubungan dengan itu, pemerintah daerah dapat membangun penyelenggaraan promosi UKM berbasis digital pada kelompok membangun start up dan inkubator UMKM. Kegiatan kegiatan tersebut akan menjadi pemicu bagi pelaku UKM untuk memanfaatkan fasilitas market place atau periklanan dari Google AdWords atau Facebook Ads. Selain itu, perlu adanya kerjasama dengan lembaga pusat inkubator wirausaha dari perguruan tinggi dan klinik UMKM guna menemukan solusi-solusi strategis menjawab tantangan usaha UMKM potensial.

Pada tahapan kebutuhan akhir, pemerintah daerah sudah mampu menyediakan pusat informasi UMKM baik berbasis web maupun aplikasi, dimana memuat profil lengkap UMKM yang sudah terstandardisasi dari sisi produk. Pada tahap ini pusat informasi UMKM yang ada sudah terintegrasi dengan pengusaha besar, lembaga keuangan mikro atau koperasi, market place dan juga instansi perizinan yang berkaitan dengan UMKM.

Peran KPPU

KPPU adalah lembaga independen yang bertugas mengawasi pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan UU Nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM. Anggota KPPU sendiri diangkat oleh Presiden Republik Indonesia atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Hadirnya KPPU dalam ruang lingkup peningkatan UMKM tentu akan mendorong hubungan saling menguntungkan antar UMKM dan UMKM dengan pengusaha besar sehingga terciptanya struktur pasar yang menjamin persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen.

Dengan kata lain, bagi UMKM yang telah bermitra sesama UMKM atau dengan pengusaha besar sangat rentan terjadinya praktek penyalahgunaan posisi tawar (abuse bargaining position). Perilaku penyalahgunaan tersebut bisa berupa term of payment atau amandemen kontak yang merugikan mitra, pengembalian atau penolakan menerima barang tanpa alasan yang jelas. (Webinar Nasional – KPPU “UMKM Naik Kelas Melalui Pengawasan Kemitraan”, 21/09/2021)

Sebagai kesimpulan, peran KPPU menjadi sangat vital dalam upaya mencegah penguasaan pasar dan pemusatan usaha. KPPU hadir sebagai bagian tak terpisahkan dalam rancang bangun peningkatan UMKM bagi pemerintah daerah guna meningkatkan status UMKM naik kelas.

Komentar
Artikulli paraprakNyamar Jadi Pembeli, Polisi Bekuk Penjual Sabu di Pidie
Artikulli tjetërPII Minta Kadis Pendidikan Aceh Mundur