Sanusi Madli: Carut Marut di BPSDM Aceh Bukan Cerita Baru

Aktivis pemerhati pendidikan Aceh, Sanusi Madli (Foto/Ist)

Analisaaceh.com, Banda Aceh | Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Aceh resmi merilis hasil seleksi Administrasi calon penerima beasiswa, baik dalam negeri maupun luar negeri, dari jenjang S1 sampai dengan S3 pada Jum’at (25/10/2019).

Pengumuman itu ternyata tidak menggembirakan bagi publik, terutama para pendaftar, banyak di antara mereka yang merasa kecewa dengan beragam alasan. Misalnya, ada dugaan penetapan syarat administrasi disesuaikan dengan selera panitia perekrutan, bahkan ada dugaan yang tidak memenuhi syarat diluluskan, sementara yang syaratnya lengkap justru tidak diluluskan.

Sebagaimana diberitakan di beberapa media, bahwa panitia penerimaan membuat persyaratan khusus di mana untuk beasiswa luar negeri harus memiliki LOA (Letter Of Acceptence) di salah satu perguruan tinggi tahun 2019. Namun sangat miris ketika pengumuman diumumkan ke publik, justru yang tidak memiliki LOA yang lulus dan mendapatkan beasiswa, hal ini sangat bertentangan dengan syarat yang ditetapkan oleh panitia BPSDM Aceh.

Kabar itu membuat publik merasa terkonfirmasi atas berbagai informasi yang tersebar belakangan ini, hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh aktivis pemerhati pendidikan Aceh, Sanusi Madli, di Kuta Alam, Banda Aceh, Rabu (30/10/2019).

“Bahkan bukan hanya tahun ini saja, tahun-tahun sebelumnya juga tersiar kabar miring yang datang dari gedung istimewa tersebut,” ujar Sanusi

Bukan hanya itu saja, kata Sanusi, pihaknya juga mendapatkan laporan dari warga yang ingin mendaftarkan anaknya untuk mendapatkan beasiswa dari lembaga yang mengelola anggaran miliyaran rupiah itu, menurut pengakuan warga, panitia terkesan membuat syarat yang menyulitkan.

“Petugas yang menerima berkas mempersulit syarat-syaratnya, seperti toefl tidak tertulis masa berlakunya dibilang oleh petugas harus yang terbaru, kemudian tidak boleh mahasiswa yang sedang belajar, harus ada surat keterangan belajar bagaimana ada surat keterangan belajar sementara yang bersangkutan belum belajar, jika kita ajukan mahasiswa yang sedang belajar dibilang tidak bisa yang diterima mahasiswa baru,” ucap Sanusi meniru ungkapan warga yang tidak ingin namanya disebutkan.

Sanusi melanjutkan, selain itu pihaknya juga mendapatkan laporan dari warga lainnya, bahwa panitia yang menerima berkas banyak membuat syarat-syarat di luar ketentuan yang dipublikasikan.

“Saya tadi mengalaminya padahal anak saya lengkap syarat tapi ditolak,” ungkap Sanusi meniru ucapan warga tersebut.

Sanusi menceritakan, pihaknya juga sempat mendengar khabar pada tahun 2017, bahwa ada mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri, tiba-tiba diputuskan beasiswanya yang diduga akibat perselisihan dengan oknum di BPSDM. Menurut pengakuannya, oknum BPSDM merasa tersinggung atas ucapan dirinya, akhirnya diputuskan sepihak, padahal persoalan ini dapat diselesaikan dengan baik dan sangat sepele, tanpa harus ada yang dirugikan.

“Hal ini tentu sangat merugikan sang mahasiswa, dan kondisi ini membuat sang mahasiswa harus mengemis di mana-mana untuk mencari uang membayar spp yang tinggal satu semester lagi,” lanjut mantan Ketua DPM Unsyiah ini.

Cerita ini tentu menimbulkan beragam tanda tanya di masyarakat, belum lagi muncul isu miring tentang adanya pesanan, tata kelola yang buruk, layanan yang masih di bawah standar, keterbukaan dan sosialisasi yang masih minim, serta persoalan lainnya.

“Atas berbagai laporan tersebut, seolah-olah seperti mengkonfirmasikan bahwa isu miring yang berkembang selama ini benar adanya,” lanjut sanusi.

Aceh yang hari ini memiliki anggaran yang melimpah di bidang pendidikan, ternyata belum membuahkan hasil yang memuaskan, bahkan mutu pendidikan Aceh berada diperingkat 25 dari 34 Provinsi, sementara dari nilai UN lebih stragis lagi, berada diperingkat 33 dari 34 Provinsi.

“Sangat menyedihkan, program Aceh Caroeng terkesan hanya menjadi wacana saja, bagaimana bisa melahirkan orang-orang cerdas, terdidik, bermutu bila pintu menuju ke sana mengalami banyak lika-liku yang tidak jelas,” kata Sanusi.

Oleh karena itu, pihaknya berharap kepada para pihak terutama pemerintah Aceh dalam hal ini Plt Gubernur Aceh untuk turun tangan, mengevaluasi kembali secara menyeluruh.

“Kemudian pihak Ombudsman juga perlu turun tangan, untuk mengevaluasi kinerja dan layanan publik, serta BPK perlu mengaudit pengelolaan anggaran yang ada di BPSDM Aceh, dan lembaga anti rasuah KPK juga harus mengaudit secara keseluruhan keuangan BPSDM Aceh, sehingga hal-hal yang dapat merusak citra BPSDM dapat terperbaiki serta lahirnya tranparansi dan tidak menimbulkan korban, penerima juga orang yang berhak dan tepat sasaran, orang-orang yang benar-benar ingin menuntut ilmu membangun Aceh ke depan, bukan hanya sekedar mencari uang saku serta titel saja,” tutup Sanusi.

Komentar
Artikulli paraprakHujan Deras, Puluhan Rumah di Aceh Selatan Terendam Banjir
Artikulli tjetërTerpidana Judi di Aceh Tengah Sujud Syukur Usai Dicambuk